Dedi

Dedi
Nobody but me

Dedi Andrianto Kurniawan

Belajar nge-blog ... let's go blog!! :p

Rabu, 08 September 2010

Tentang Waktu Yang Aku Ingin Ia Beku

Aku padami pelita mungil sementara menemani riuhnya bersahutan tadarus malam. Menjadikan setiap pori pori dinding kamarku, bisu. Menyaksikan masa berderet deret terjungkal dalam kotak bernama "kemarin"
malah aku terpana, tak ingin sesungguhnya hari ini berlalu. Tak ingin rasanya ada hari esok lagi. Pun andai berdaya tanganku membekukan waktu biarlah masa tertidur di titik ini, jangan perlu ada hari esok, karena dalam cemerlangnya detik ini, keningku mengkerut melontarkan bayangan penuh warna, aurora dan aura. Menyemburat pecah pecah menggulung padanan indah keanggunan yang mencondongkan pandangan mata terusik cemburu murka.

Bahkan jika berdaya tangan ini, aku akan buka pintu Arsy menemui Tuhan dengan keMEGAHANNYA tunduk malu menciumi kakiNYA penuh air mata, bermohon mengemis dalam, agar kiranya masa ini tak Dia lewatkan. Kira nya tak perlu lagi ada masa esok hari, karena cukup hidup lah tinggal tetap di titik ini, semangat kami, manusia. Belum rekah jua dosa dosa kami pugar. Belum kering pula luka kecewa kami. Ketika cinta bermuara di lautan duka. Ketika tangisan meledak hingga akhirnya kelelahan dan sirna. Ketika harapan digagahi kesombongan, belum ada titik temu.

Mohonlah Tuhan kiranya menjamahi hamba. Nun terkadang hamba tak menyadari di setiap hamba menangis Engkau Tuhan, menghampiri lagi merangkul tengkuk hamba dan membelai rambut di pelipis hamba dengan penuh senyuman. . . Yang hangat sarat kemesraan. Memandangi mataMU TUHAN, lamat-lamat aku benamkan dalam palung hati paling dasar, menyelubunginya dengan terpal-terpal doa yang kuat mencuat. Hanya Engkau Tuhan, yang mau percayai dan mendengar karena hamba pun percaya, dan mau mendengar. Kemudian tak lama setelahnya, aku akan tidur dengan jeda masa yang sangat lamaaaaaaaa yang tak terhitung ketamatan. Karena dengan berat hati dan naluri, aku tak pernah ingin Ramadhan ini pergi. Belum tuntas air mata kami melunaskan janji janji hati, belum pecah penyesalan kami agar kemudian tak lagi mengulangi. Belum pula tunduk mata kepala kami mencium bumi, untuk kemudian menengadah meminta kepadaMU TUHAN, jangan berhenti mencintai kami. Agar pengharapan ini menggema di garis masa, aku . . . . tak memohon apa apapun kecuali syukur tangisku atas semua yang ada maupun yang (telah) tiada dan yang (belum) ada.
Cuma seorang aku, menjadi AKU dalam akuMU, kepunyaanMU

Tuhan, sudikah kiraNYA Engkau menjawab? Hamba menunggu . . . .







S u r a u [21.15]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan berikan masukan :)