Dedi

Dedi
Nobody but me

Dedi Andrianto Kurniawan

Belajar nge-blog ... let's go blog!! :p

Rabu, 23 Februari 2011

Mantera Kepada Hujan

Mantera pada hujan! Hujan! Aku murka! Pada jejakan kakiku. Engkau menghapusnya! Hujan! Sejenak diamlah! Aku ingin berlari secepat kilat mengibarkan bendera duka, berwarna kuning murka. Menggerus kabut mengoyak lumpur dalam barisan bukit kegelapan. Aku ingin lari pada tempat air tak kenal evaporasi. Hujan! Inilah mantera. Menjegal langit langit kamarku, mengejutkan redupnya buluh dibakar matahari pilu. Tengah hilang, raksasa bundar. Ditelan mendung berbadan sintal. Ini malam, bulan pun ditinggalkan, hujan kau buat aku berpaling, sementara sanubariku masih terkubur dalam papan penyangga. Inilah mantera! Jangan lagi kau bersuara, agar kekar tanganku tak mencabikmu. Menantangmu hujan . . . Jadi arena di atas dunia, bertarung maya dan nyata selagi kabur pandanganmu akan basah dan dingin mendera. Setengah murka engkau meronta, tetap tersia tiada berdaya. Hujan! Diamlah sejenak. Berikan celah untuk mataku mengerjai waktu, nanti kau lihat dengan matamu, kubingkaikan ilusi jadi bebatuan berlukiskan, jadi patung seanggun Aya, yang mampu mendongak dan berbicara. Jika kau tuli, saksikan bahwa diam ia membekukan. Darahmu hujan, menggenangi ubin kayu, membasahi dinding bambu berbuku-buku. Kendatipun mati hujan, masih akan kurajam dinginmu dengan hasutan, sebagai mantera berbalas untuk hati yang pernah engkau sayat sayat. Sementara sisa kejamnya kehidupan, aku tinggalkan jadi saksi. Agar kelak dunia bercerita padamu hujan, aku membunuhimu dengan mantera.

1 komentar:

Silakan berikan masukan :)